Rabu, 13 April 2011

Pendudukan Gedung DPR/MPR RI adalah peristiwa monumental dalam proses pelengseran dari tampuk kekuasaan Presiden dan tuntutan reformasi. Dalam peristiwa ini, ribuan mahasiswa dari berbagai kampus bergabung menduduki gedung DPR/MPR untuk mendesak Soeharto mundur.
Pada tanggal , setelah berhari-hari para mahasiswa menduduki gedung DPR/MPR, dan setelah kurang lebih 32 tahun berkuasa, mengumumkan berhenti dari jabatan presiden.

 Latar Belakang

Setelah peristiwa penembakan mahasiswa  pada tanggal san masyarakat Indonesia berduka dan marah. Akibatnya, tragedi ini diikuti dengan peristiwa anarkis di Ibukota dan di beberapa kota lainnya pada tanggal kan banyak korban baik jiwa maupun material.
Semua peristiwa tersebut makin meyakinkan mahasiswa untuk menguatkan tuntutan pengundurandari kursi kepresidenan. Pilihan aksi yang kemudian dipilih oleh kebanyakan kelompok massa mahasiswa untuk mendorong turunnyao mengerucut pada aksi pendudukan gedung DPR/MPR.

Senin, 18 Mei 1998

Proses pendudukan gedung DPR/MPR RI dimulai dengan komitmen dari kontingen para ketua lembaga formal kemahasiswaan Jakarta yang tergabung di Forum Komunikasi Senat Mahasiswa Jakarta untuk bermalam di gedung DPR/MPR RI sampai pimpinan dewan memastikan pengunduran diri dari kursi kepresidenan RI.
Terdiri dari lebih kurang 50 orang ketua lembaga kemahasiswaan, kontingen ini menunjuk Henri Basel (Ketua Senat Mahasiswa IKIP Jakarta) sebagai koordinator aksi dan (Sekretaris Jenderal Badan Perwakilan Mahasiwa UI) sebagai koordinator lapangan.
Pada sore hari tanggal 8, kontingen berhasil menemui pimpinan dewan bersama komponen-komponen aksi lain, dan mendapatkan pernyataan dari ketua DPR/MPR RI saat itu, Harmoko, yang menyerukan pengunduran diri. Pernyataan ini disambut positif oleh para anggota kontingen tapi bagaimanapun, ketika komponen-komponen aksi lain memutuskan untuk sementara pulang, kontigen memutuskan untuk bermalam sampai benar-benar mundur dari kepresidenan sekaligus mempersiapkan kedatangan massa mahasiswa dari kampus masing-masing keesokan harinya.
Menduga proses aksi dan tuntutan akan berjalan lancar setelah seruan dari Harmoko, malah terjadi sedikit kepanikan pada para anggota kontingen ketika pada malam harinya Jenderal Wiranto (Menhankam dan Pangab saat itu) menyatakan bahwa seruan Harmoko tidak konstitusional. Kepanikan ini makin menjadi-jadi ketika di saat-saat berikutnya kontingen terus menerus mendapat informasi bahwa gedung DPR/MPR RI akan diserbu dan dikosongkan tentara. Sempat terjadi perbedaan pendapat di antara anggota kontingen, antara memutuskan pulang atau tetap bermalam, walau kemudian komitmen akhir seluruh kontingen adalah tetap bermalam, apapun yang terjadi.

Selasa, 19 Mei 1998

Mulai pagi, secara bergelombang, berdatangan ribuan massa mahasiswa dari kampus-kampus yang para ketuanya telah terlebih dahulu bermalam di gedung DPR/MPR RI di hari sebelumnya. Sampai saat itu, sebagai koordinator lapangan yang ditunjuk bertugas untuk mengkoordinir seluruh massa yang hadir dari masing-masing kampus agar sesuai arahan kolektif dari kontingendan koordinator aksi (Henri Basel).
Tapi dalam prosesnya, ternyata banyak massa mahasiswa yang berdatangan bukan merupakan konstituen darMassa ini juga menolak beraksi di bawah bendera dan arahan kolektif yang akhirnya berujung pada kecurigaan antar kelompok massa, kekacauan koordinasi dan praktis tidak adanya kerjasama aksi antara satu kelompok dengan kelompok massa lainnya di lapangan.
Kekacauan pun bertambah parah bersamaan dengan kedatangan massa dari Pemuda Pancasila (PP) yang dipimpin oleh Yapto dan Yorrys Raweyai, yang diasumsikan akan menolak usaha penuntutan pengunduran diri . Tidak adanya koordinasi di antara kelompok massa mahasiswa dan besarnya kecurigaan antar kelompok, nyaris saja mengakibatkan bentrokan tidak perlu di antara kedua kelompok massa tersebut.
Dalam usaha menghindari konflik, berhasil menemui Yapto dan kemudian melakukan rapat darurat dengan koordinator lapangan massa PP, yang akhirnya menyepakati garis batas massa kelompok PP serta sebuah komitmen untuk menghindari bentrokan. Massa PP tetap pada garis batas yang ditentukan sampai kepulangan mereka.
Kekacauan luar biasa yang terjadi di lapangan coba dikelola dengan rapat koordinasi lapangan secara rally (semua koordinator massa yang teridentifikasi harus hadir setiap 1 jam di tempat yang ditentukan), sampai akhirnya bisa diselesaikan dengan penyusunan mekanisme aksi yang unik dimana seluruh kelompok massa ataupun non  dikelola dalam struktur operasi aksi tanpa berafiliasi pada kelompok tertentu, dimana struktur ini kemudian menunjuk  sebagai Koordinator Jenderal. Di lain sisi, arahan dan kebijakan kolektif para ketua lembaga di  tetap akan diakomodasi lewat , tapi tetap dengan persetujuan anggota struktur operasi aksi yang baru (yang berasal dari koordinator-koordinator aksi dari masing-masing kelompok massa).
Menjelang Maghrib, setelah struktur aksi yang baru berhasil mengontrol instalasi Car Call (satu-satunya alat komunikasi yang mampu mencapai semua orang di gedung DPR/MPR RI) yang sebelumnya dikuasai bergantian oleh kelompok-kelompok massa yang ada, berhasil memimpin massa dari semua kelompok massa untuk bersama-sama melakukan Yell Reformasi, dimana untuk pertama kalinya seluruh kelompok massa akhirnya terikat dalam sebuah aksi secara bersama-sama, yang berlanjut sampai akhir aksi.
Malam harinya, dalam rapat koordinasi struktur, terdengar kabar bahwa besok akan ada demonstrasi akbar di Lapangan Monas yang dipimpin oleh. Rapat pun memanas dengan desakan agar seluruh massa segera menggabungkan diri dengan demonstrasi tersebut. Tapi perdebatan pun berhasil diakhiri dengan komitmen untuk tetap di gedung DPR/MPR RI dengan argumen bila terjadi apa-apa dengan rencana demonstrasi yang relatif riskan tersebut, akumulasi massa di gedung DPR/MPR RI bisa menjadi pertahanan terakhir dalam menjaga momentum reformasi ini. Rapat koordinasi ini pun berhasil menyepakati mekanisme dan kontribusi masing-masing kelompok massa dalam langkah pengamanan aksi dan prosedur pengungsian massa bila terjadi penyerbuan.
Rapat pun menyepakati sebuah langkah keras untuk melakukan prosesi sidang rakyat yang diformat seolah-olah sebagai parlemen alternatif, dengan menggunakan ruang sidang paripurna DPR/MPR RI sebagai tempat sidang.
Mulanya, ruang sidang paripurna diusulkan untuk didobrak tanpa persetujuan sekretariat atau pimpinan DPR/MPR RI. Tapi kemudian, dengan niat menghindarkan aksi dari citra anarkis, rapat koordinasi menyepakati bahwa usaha penggunaan ruang sidang paripurna akan dimulai dengan koordinasi damai antara koordinator jenderal dengan sekretariat DPR/MPR RI. Dan bila ditolak, baru kemudian dilakukan usaha pendobrakan secara paksa terhadap ruang sidang.
Bagaimanapun,  berakhir tenang, walau sempat terjadi sedikit kekacauan ketika mendadak ada teriakan penyerbuan (menandakan tentara menyerbu) yang sempat menggegerkan seluruh massa yang ada di gedung DPR/MPR RI (massa sempat berlari tunggang-langgang kesana kemari), sebelum akhirnya ditenangkan dengan penjelasan bahwa teriakan tersebut merupakan informasi yang salah.

Rabu, 20 Mei 1998

Sebagaimana amanat rapat di malam sebelumnya, ersama Ahmad (salah satu tim aksi) pun menemui personil sekretariat DPR/MPR RI. Tidak berani memutuskan untuk memberi ijin penggunaan ruang sidang paripurna, personil sekretariat ini pun mengantarkandan tim untuk menemui , Wakil Ketua DPR/MPR RI saat itu. Ketika mendengar rencana prosesi itu, Syarwan Hamid hanya berkomentar bahwa sebaiknya prosesi itu ditunda karena hari itu akan segera mengumumkan pengunduran dirinya.
Kaget mendengar berita tersebut, akhirnya diputuskan bahwa untuk sementara waktu prosesi ditunda sambil menunggu kebenaran informasi tersebut.
Pada tanggal 20 Mei tersebut, aksi berjalan meriah. Banyak tokoh nasional yang hadir di gedung DPR/MPR RI dan bergiliran memberikan orasi ke massa. Kesemarakan ini pun makin besar, apalagi setelah dipastikan, demonstrasi di lapangan Monas dibatalkan.
Di saat yang sama, koordinasi kembali kacau. Sebagai contoh, sekelompok mahasiswa tanpa koordinasi merobek-robek kertas (disinyalemen kertas tersebut arsip sekretariat DPR/MPR RI) dan melemparkannya ke arah massa. Sementara, di lain sisi, ratusan mahasiswa mulai duduk-duduk dan berdiri di atas kubah gedung paripurna DPR/MPR RI. Beberapa wartawan sempat memperingatkan stuktur kubah yang rapuh, dan rapat koordinasi pun sebetulnya sempat memutuskan untuk melarang mahasiswa menaiki kubah tersebut. Tapi, setelah mencoba memperingatkan mahasiswa-mahasiswa yang ada di atas kubah tanpa hasil, akhirnya diputuskan membiarkan penggunaan kubah dengan menunjuk penanggung jawab yang menjaga kemungkinan terburuk. Puncak kekacauan, adalah perebutan diri koordinator jenderal di antara kelompok-kelompok massa yang hadir kemudian.
Di lain sisi, sampai sore tetap tidak ada tanda-tanda bahwa  akan mengundurkan diri dari jabatan presiden. Akibatnya, rapat koordinasi mempertanyakan kebenaran informasi yang diterima oleh
apalagi untuk alasan itu rencana prosesi sidang rakyat ditunda. Akhirnya diputuskan untuk menunggu sampai besok, bila belum ada tanda-tanda pengunduran diri
maka prosesi sidang rakyat dan penggunaan ruang sidang paripurna akan dilaksanakan, dengan cara damai atau paksa.
Malam harinya, suasana kembali tenang. Selain sempat diidentifikasi sekelompok prajurit nontentara jaga DPR/MPR RI mengendap-endap dan seorang perwira di kawal 2 prajurit membangunkan para tentara jaga (termasuk komandan pengamanan gedung DPR/MPR RI yang tampak tergopoh-gopoh segera melapor pada perwira ini), pada umumnya malam bisa berjalan tenang.

Kamis, 21 Mei 1998

Pagi itu, kelihatannya beberapa kelompok massa ada yang sudah pulang, sehingga massa di gedung DPR/MPR RI relatif lebih sedikit. Penanggung jawab yang ditunjuk untuk mempersiapkan prosesi sidang rakyat tampak mulai mengumpulkan orang untuk persiapan, sebelum kemudian beberapa wartawan tergopoh-gopoh mengabarkan bahwa akan ada pengumuman penting dari istana negara.
Akhirnya, pagi itu
mengumumkan pengunduran dirinya. Sesuai komitmen awal
saat memulai aksi, maka pengunduran diri 
adalah tanda berakhirnya aksi. Oleh karenanya, beberapa saat setelah pengumuman pengunduran diri 
 pun mengumumkan berakhirnya aksi pendudukan gedung DPR/MPR RI sekaligus mengumumkan bahwa aksi pendudukan berubah menjadi pesta rakyat.
Setelah pengumuman pengakhiran aksi, terjadi perdebatan di antara struktur operasi yang dibuat untuk mengawal proses pendudukan ini. Umumnya anggota struktur merasa bahwa aksi seharusnya belum berakhir, dengan argumen
pengganti
belum jelas komitmen reformasinya. Di ujung perdebatan
menegaskan tidak akan bergabung dalam aksi lanjutan dan mempersilahkan rapat memilih koordinator jenderal baru. Akhirnya, rapat memilih Ahmad dari
(Unpad) untuk menjadi koordinator jenderal dan mengubah struktur operasi menjadi sebuah kelompok massa resmi.
Malamnya, massa yang tergabung dengan
sebagian besar memutuskan pulang.

KONTROVENSI PEMBANGUNAN GEDUNG BARU DPR



Mungkin bagi pembaca ini bukan lah kabar yang baru,namun kali ini kami akan mengangkat apa yang sekarang kembali jadi perbincangan di banyak media entah itu Media elektronik atau media lainnya.
Mengangkat judul "kontroversi Pembangunan Gedung DPR - RI "ini kami akan membawa para pembaca untuk memberikan kesimpulan dan tanggapan bagaimana ini dapat terjadi dan apakah layak hal itu dilakukan.
Mari pembaca kita bawa ke dunia lain di mana ini akan menjadi perbandingan dan evaluasi bagi para pejabat di negara kita ini.
Kita ketahui tender pembangunan gedung DPR - RI ini menghabiskan dana senilai 1.130 Milyar atau singkatnya 1,13 T.
Itu pastilah sebuah angka yang sangat fantastis sekali apa lagi bagi kita yang mungkin tidak tahu bisa dibuat apa kalau punya uang sebanyak itu.
Namun,sepertinya teriakan banyak orang mengenai pembangunan gedung itu tidak didengarkan oleh wakil rakyat dan proses pun terus berlangsung.
Sebagai pemikiran saja kalau Gedung itu dikatakan akan menjadi salah satu landmark ibukota dengan banyak fasilitas mewah didalamnya.
Pembangunan gedung DPR yang baru ini sangat kontras dengan keadaan negeri ini,dimana masih banyak orang lain,warga Indonesia yang masih butuh sentuhan tangan dari pemerintah nya.
Kita lihat saudara kita di daerah - daerah terpencil dan perbatasan,bahkan di ibukota sendiri masih ada yang tidak tersentuh pembangunan.
Mereka yang membutuhkan akses jalan lebih mudah,sekolah,dan fasilitas umum lainnya lebih terlihat pantas untuk mendapatkan dana sebesar itu.
Tapi kita tidak dapat berbuat banyak tapi kita bisa mengkritik apa yang menjadi kebijakan pejabat kita ini.
Alasan mengganti gedung yang lama karena sudah tua,atau alasan lainnya memang tepat saja karena tentu ini faktor keamanan dan menyangkut keselamatan banyak orang.
tapi jika Gedung itu masih cukup bagus dan kuat untuk beberapa tahun ke depan,mengapa harus terburu - buru membangun gedung baru.
melakukan tindakan preventif,itulah jawaban mereka pastinya.
Sehingga pembangunan memang masuk akal dalam hal ini,tapi mengapa biaya yang di keluarkan begitu besar sehingga membuat mata orang terbelalak tak percaya sehingga menjadikan ini kontroversi di publik.
angka 1,13 T bukanlah uang yang sedikit,akhirnya banyak isu yang mengatakan kalau ada praktek tidak jelas di dalamnya.
Seharusnya,bagi Pemerintah lebih mementingkan kesejahteraan rakyatnya sebelum melakukan suatu yang besar dan menelan banyak dana sehingga masyarakat tidak berpikir kalau pemerintah hanya memperkaya diri sendiri dan menikmati kemudahan di atas keterpurukan warganya.
Diisukan juga kalau proses perencanaan pembangunan gedung DPR yang abru ini tidak transparan dan tidak akuntable sehingga mengundang banyak lembaga swadaya masyrakat (LSM)anti korupsi mempertanyakannya.
Dalam hal ini pemerintah harus respect dan memberikan klarifikasi yang jelas dan penjelasan yang tepat.
Pembangunan Gedung ini juga dinilai tidak tepat jika di dalamnya ada fasilitas mewah seperti yang dikabarkan di banyak media seperti :
kolam renang,Tempat fitness,ruang luas dan perabotan mewah yang malah akan membuat makin tak percaya akan pemerintahnya.
Kinerja pemerintah yang dinilai masyarakat kurang baik beberapa waktu ini akan menambah kecurigaan warga Indonesia.
Alangkah bagusnya,jika pembangunan gedung ini di dampingi dengan pembangunan infrastruktur di daerah yang tertinggal yang sangat butuh bantuan dana dari pemerintah.
Jangan sampai warga kita di daerah terpencil dan perbatasan hanya menyandang nama Indonesia tapi tak memiliki nasionalisme terhadap negaranya.
Pembangunan harus merata dan dengan adanya pembangunan gedung DPR - RI yang baru ini akan membuat semacam polemik dan bisa menjadi isu tersendiri dalam memecah belah bangsa.
Jangan sampai Masyarakat hanya melihat kemewahan dan kemudahan hidup para pejabat negara sedangkan mereka tidak menikmati apa yang dinamakan Pembangunan negara .
Pemerintah harus tetap konsen terhadap masyarakat dan kami harapkan pemerintah mendengar teriakan rakyatnya sehingga hal - hal semacam demo anti pemerintah dan hal yang tidak diinginkan terjadi.
Lebih baik rakyat sejahtera merata daripada memiliki gedung mewah di tengah Kota.
Tapi semua itu kembali ke mereka yang duduk di pemerintahan.
Semoga pembangunan gedung DPR yang baru ini dapat berguna dengan baik dan jika memang dibangun semoga kinerja pemerintah semakin baik.
Alangkah indahnya jika negeri kita ini memiliki pembangunan yang maju ,Pemrintah sejahtera rakyat bahagia sejahtera.
Sekian info dari kami,semoga jadi bahan bacaan yang berguna dan bahan pemikiran yang bermakna.